AYAH
Lima tahun
suda kau tinggalkan aku
Tanpa kata,
tanpa suara
Hanya
kenangan yang kau berikan
Kini aku
sadar, ketiadaanmu menjadikanku untuk lebih dewasa
Ada hikmah
yang besar di balik kepergianmu Ayah
Kemandirian,
Kesabaran, Kepasrahan itulah yang aku dapatkan
Mungkin jika
kamu masih ada semua itu tak akan ku dapatkan
Ya Robb…
terimaksih
atas rahasia yang kau berikan kepadaku, di balik kepergian Ayahku
selamat
jalan Ayah
…
Ibnu Saepul
Bahri,
Bandung, 08
Oktober 2012
Sore Senja
Matahari
mulai meumerah
Setelah beberapa
jam berjalan dari upuk timur ke upuk barat
Memanaskan
manusia di bawah triknya
Membuat
orang-orang enggan beraktifikas
Kini
hilanglah sudah rasa panas itu
Hanya keindahan
yang terlihat di sore senja
membuatku
lupa akan hiruk piuknya maslah di benak kepala
kini hanya
satu kata yang ku ucapkan
Tuhan betapa
kuasanya kau menggatikan keterangan menuju kegelapan
Gelap yang
akan kau hiasi dengan keindahan bintang-bintang
Ibnu Saepul
Bahri,
Bandung, 12
Oktober 2012
UNTUK MU
Panas terasa
di sekujur tubuhku
Bagaikan api
yang meluluh lantahkan kayu kering
Semua kulit
terkelupas di balik panasnya
Tangan tak
mampu lagi untuk menggenggam
Mulut tak
mampu lagi untuk bicara
Kaki tak
mampu lagi untuk melangkah
Hidung hanya
bisa menghirup bau anyil darah dan daging yang terbakar
Telinga
hanya bisa mendengar kebohongan di balik semua peristiwa
Kenapa semua
ini terjadi
Aku muak
dengan caramu yang halus untuk membunuh demi mereguk keuntungan
Wahai tuhan…
Tidakkah kau
ciptakan semua manusia dengan kasih sayang-Mu
Tapi kenapa
mereka, mereka yang duduk bersandar asik di kursi mewah selau menindas memeras
kami semua
Wahai Tuhan…
Hanya satu
yang kami pinta dari-Mu untuk mereka
Sadarkanlah
mereka…
Ibnu Saepul
Bahri,
Bandung, 17
Oktober 2012
“Hari Itu”
Hari demi hari
telah ku lewati
Berjalan di
tanah kering yang gersang tanpa ada kucuran air
Trik matahari
serasa dekat di atas kepalaku
Keringat keluar
seakan memandikan badan ini
Semua ini aku
lakukan
Demi
memperjuangkan mereke
Mereka yang
tidak tahu bahwa dirinya sedang di peras dan di tindas
Oleh kejamnya
kekuasaan yang di dasarkan pada politik
Mereka obral
janji manisnya kepada mereka
Untuk bisa
membodohi kami semua..
Ibnu Saepul Bahri
Bandung, 27 November 2012
“Untuk mu”
Kenapa kau buat
semua ini jadi berantakan
Ketika semuanya
sudah tidak lagi seperti dulu
Keharmonisan
kini berubah menjadi misteri
kebahagiaan kini
berubah menjadi duka yang mendalam
bagaikan
gong-gongan anjing dan kucing yang tak mungkin bisa bersatu
aku lelah dengan
semua ini
aku ingin terbebas
dari semua ini
rasa gersang
terasa ketika kau membuatku gelisah
Akan tetapi
tidakkah kau sadar
Semua ini aku
lakukan demi kebaikanmu dan kebaikan kita juga
Dalam termengung
aku sadar
Aku harus bisa
meninggalkan kamu
Sampai pada akhirnya
mentari akan bersinar
Membuat kita
lupa akan semuanya
Oleh
keindahannya
Ibnu Saepul Bahri
Bandung, 28 November 2012
“Insaf
dan Sadar”
Tak ada
sedikitpunyang harus di sombongkan dalam diri ini
Wajah tanpan
badan kekar semuaitu akan ada akhirnya
Ingat dan
sadarlah hidup ini Cuma sebatas mampir
Buatlah
prioritas dalam hidup ini
Dahulukan hal
yang penting untuk bekal di hari akhir
Ibnu Saepul Bahri
Bandung, 05 Desember 2012
“SORE
ITU”
Surya mulai
tenggelam
Menandakan
kegiatan di siang hari harus segera di akhiri
Melihat birunya
langit yang berubah menjadi merah kekuning kuningan
Burung-burung
yang berterbangan mulai kembali ke sarangnya
Setelah panas di
siang hari mencari makan
Terlihat seorang
nenek tua tanpak terlihat lelah sekali
Menggendong
sesuatu yang di bungkus dengan sehelai kain, entah apa itu!!
Dengan rasa
sabar nenek trus berjalan
Sampai pada
akhirnya lantunan suara adzanpun terdengar jelas
Dan iapun dengan
segera memasuki sebuah bangunan yang bermenarakan bintang
Subhanallah
Nenek yang tak kenal lelah (bisikku)..
Ibnu Saepul Bahri
Bandung, 07 Desember 201
(Belum ada Judul)
Aku terlahir di
dunia ini
Bukan sebagai
pecundang
Tapi aku
terlahir sebagai seorang pemenang
Semunya akan aku
lakukan
Meski karang
sekalipun yang harus di hancurkan
Demi sebuah
impian
Untuk menyongsong
masa depan
Tanpa jadi
seorang pecundang
Ibnu Saepul Bahri
Bandung, 07 Desember 2012
“LUKA PADA DUKA”
Disini, di kamar
ini
Aku mengadu luka
pada duka
Aku mengadu
nestapa pada niscaya
Aku tak bisa
lagi mendengar suara yang halus seperti dulu
Aku tak bisa
lagi melihat indahnya dunia
Kini semuanya
sirna di telan keserakahan belaka
Semunya terkubur
dalam kebohongan
Mereka hanya
pandai besilat lidah
Demi
mengumpulkan kemegahan untuk di dipandan
Merampas dan menindas
dilakukannya
Tanpa ada belas
kasih sedititmu
Ibnu Saepul Bahri
Bandung, 13 Desember 2012
“Aku Ingin Kau
Kembali”
Negriku tak lagi
seramah dulu
Kebencian antar
golongan selalu mewarnai negri ini
Negri yang dulu
subur ma’mur hanya tinggal cerita
Negeriku yang
dulu kaya akan budaya kini lenyap di makan peradaban barat
Manusi lupa akan
dirinya sendiri
Sikut kiri-sikut
kanan itu lah budaya baru
Gotong royong
ramah tamah hilang dari peradaban
Oh..negeriku
Kemanakah
ketentraman, keramahan, rasa peduli sesama yang dulu engkau bina
Aku ingin kau
seperti dulu
Aku ingin kau
kembali dengan penuh kehangatan
Rasaya saling
menghormat, saling menghargai tercipta layaknya sebuah keluarga
Siapakah
penyebab dari semua ini..?
Ibnu Saepul Bahri
Bandung, 18 Desember 2012
“Dedikasi
Untuj Ibu”
ibu
ku pandangi sayu
matamu
saat kau tidur
lelap
rasa lelah,
letih, lunglay terpancar di wajahmu
setelah seharian
penuh kau kerahkan hidupmu untukku
untuk
menuntaskan kewajibanmu sebagai peganti ayah
Ibu
Aku ingin
menciummu, dengan kehangatan seorang anak
Dan bercerita
tentang apa yang ku inginkan
Untuk membuatmu
bahagia
Untuk membuatmu
tersenyum
Aku ingin
mengukir senyummu
Untuk
menyongsong hari tuamu
Hari yang penuh
kehangatan dan kebahagiaan meski tanpa ayah
Ibnu Saepul Bahri
Bandung, 18 Desember 2012
Jam 12:12
SAJAK
UNTUK NEGERIKU
Terlalu banyak
darah yang bersimbah di negeri ini
Sama seperti
lagu kebangsaannya
Indonesia tanah
airku, tanah tumpah darahku
Maka tumpahlah
semua darah-darah orang yang tidak berdosa
Karena ulah
mereka
Mereka yang
bersilat lidah
Para elit
politiknya meminjam bait bait tuhan untuk sebuah penipuan
Mulutnya
berbusa, sedangkan tangannya yang hitam bergentayangan mengambil hak-hak mereka
Haruskah negeri
ini di hancurkan
Sebab gereri ini
sudah tak seramah seperti dulu
para penguasa
hanya sibuk bersuara tanpa makna
hanya sebuah
bisa yang keluar untuk mengadu domba demi kekuasaannya
bagaikan Stalin
sang pembunuh berdarah dingin
demi kekuasaann
mereka tega melihat kami semua sengsara
sahabat
mari
bersama-sama kita kepalkan tangan demi sebuah perlawanan
selama
tikus-tkus dan kucing-kucing itu masih bernapas
tumpahkan darah
kita untuk membuang mereka ke tong sampah yang busuk menyengat
demi sebuah
impian bersama
yeitu
kesejahtraan milik rakyat kita semua
Ibnu Saepul Bahri
Bandung, 22 Desember 2012
Jam 05:02
“Kabar Angin”
Semilir angin
menyup ke relung jiwaku
Membawa kabar
yang tak jelas dari luar
seperti gemuruh
badai yang akan menghantam
badanku
tiba-tiba menggigil ketakutan
seakan ingin
berlalri untuk menghindari
aku berlari tapi
kebisingan di luar sana tepap masih menyusup ke relung jiwaku
tak ada tempat
untuk ketenangan
semua angin trus
mengabarkan kebisingan
seperti
jeritan-jeritan orang kelaparan
aku tidak tahu
petanda apa ini semua
yang aku tau
kabar angin
sudah tak seramah dulu
Ibnu Saepul Bahri
Bandung, 29 Desember 2012
Jam 01:19
Jerita Jiwa
Lihatlah aku
terkapar dalam luka
Jeritan jiwa tak
mampu lagi mengobati
Hanya karena
ulah mereka...
Yang selalu
melihatkan kemewahan tanpa makna
Aku muak dengan
semua ini
Aku ingin pulang
Dan hidup
dikeabadian
Ibnu Saepul Bahri
Bandung, 29 Desember 2012
Jam 01:32
Tidak ada komentar:
Posting Komentar