4/04/2020

Menyelami Samudra Makrifat dari Kisah Layla Majnun Karya Nizami

Saya bisa berjam jam menghadap komputer hanya untuk membaca kisah usang karya Nizami yang di tulis pada abab 12. Ia mengisahkan Cinta antara Qays dan Laila yang kemudian kita kenal dengan kisah Laila Majnun.

Kisa cinta Mengharukan yang dianggap nyata kebenaran peristiwanya, Qays mencintai layla dengan segenap jiwanya. Meski rasa cinta itu terhalang, namun Qays tak pernah menyerah untuk tetap memelihara rasa cintanya. Cintanya yang terhalang membuat hidupnya berubah. Ia berjalan tak tentu arah menyebut - nyebut nama Layla berteriak, tertawa sambil meneteskan air mata. Orang2 yang berpapasan dengannya akan meneriakkan namanya, si "Majnu" Si gila

Bagi Qays, hanya Layla satu - satunya kekasih yang bertahta di dalam hatinya. Bait demi bait terlantun dari hembusan napasnya, kata - katanya menjelma menjadi samudra indah yang tak bertepi tatkala datang kerinduan yang mendalam. Ia bertingkah seperti seorang pemabuk, menangis, terisak dan merintih.

Begitu besar cintanya pada Layla hingga awan tak tega untuk meninggalkannya, bumi, bebatuan selalu berjalan mengikutinya, binatang - binatang buaspun mengasihi dan bersahabat dengannya, angin menjadi selimut hangat baginya.

Sebuah kisah yang tak mudah untuk di pahami jika hanya menggunakan nalar logika yang selalu kita bangun. Ya begitu sulit memang, bagi saya kisah Cinta Layla Majnun merupakan Kisah yang harus di pahami dalam tradisi Sufi.

Setidaknya ada dua tahap dalam menyingkap realitas kisah Layla Majnun. Yang pertama tafsir dan yang kedua takwil. Jika tafsir memfokuskan diri pada penemuan makna berupa konsep-konsep atau bentuk-bentuk dari yang ada, maka takwil lebih menekankan penyingkapan realitas untuk menemukan batin atau hakikat dari realitas itu sendiri.

Dalam ranah sufistik, takwil Laila adalah Realiatas yang tak Terjangkau oleh akal, ia menamakan dirinya sebagai Tuhan, bukan seorang gadis, Tuhan bertajali dalam segala bentuk keindahan yang hadir pada batin Layla.

Sedangkan Majnun adalah pesuluk yang tenggelam di samudra makripat dari hakikat realitas. Sebagai pecinta, Majnun lebih mementingkan makna daripada bentuk atau konsep-konsep, sehingga ia berenang dalam kefanaan menyaksikan batin dari segala yang ada.

Karena itu, jika engkau adalah Majnun (pesuluk), jangan surutkan cintamu pada-Nya, jangan beranjak pergi dari batin realitas, tetaplah meruguk anggur dari batin itu karena batin adalah inti dari hakikat segala sesuatu.

Sukabumi, 04 April 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar