8/02/2025

Agama, Ilmu, dan Tantangan Zaman: Refleksi dari Sebuah Madrasah Sunyi

Di tengah gemuruh dunia yang semakin hiruk pikuk—dengan berbagai label keberhasilan, kecanggihan teknologi, dan laju ekonomi yang makin memburu angka—kita di sini, di sebuah madrasah kecil di pinggiran kampung, tetap berjuang dalam kesunyian.

Kesunyian itu bukan tanda kekalahan. Justru dari sunyilah sering lahir kesadaran paling jernih. Di saat banyak sekolah mengejar reputasi, madrasah kita mencoba mengembalikan pendidikan pada akar maknanya: memanusiakan manusia.

Kita hidup di era ketika agama dijadikan alat untuk membangun citra, ilmu dikejar demi gelar, dan kekuasaan dibungkus dalam janji-janji perubahan. Namun di balik itu semua, kita menyaksikan kenyataan:

– Banyak yang cerdas, tapi kehilangan arah.

– Banyak yang pandai bicara agama, tapi abai pada keadilan.

– Banyak yang memiliki jabatan, tapi tak mampu mendengar suara hati.


Madrasah: Taman Tumbuhnya Kesadaran

Madrasah bukan sekadar tempat belajar ilmu fiqih, tafsir, atau matematika. Madrasah adalah ruang tumbuhnya kesadaran diri. Di tempat inilah kita belajar membedakan mana yang hak dan mana yang batil, meskipun samar. Kita diajarkan untuk berpikir, bukan hanya menghafal. Untuk merenung, bukan sekadar menjawab.

Saya percaya, pendidikan yang sejati adalah pendidikan yang:

Menguatkan akal, bukan hanya rutinitas

Menumbuhkan hati nurani, bukan sekadar kedisiplinan kaku

Menumbuhkan keberanian memilih jalan yang benar, meski sepi. 


Di Tengah Kapitalisme dan Kekuasaan

Tidak bisa kita pungkiri bahwa hari ini, dunia pendidikan pun terperangkap dalam arus besar kapitalisme. Nilai-nilai spiritual dan sosial perlahan digeser oleh logika pasar: peringkat, branding, fasilitas, gengsi, dan biaya.

Kita ditantang untuk tetap berdiri tegak:

Bahwa sekolah tidak harus megah, tapi harus jujur.

Bahwa siswa tidak harus banyak, tapi harus tumbuh menjadi manusia merdeka.

Bahwa guru tidak hanya mengajar, tapi menuntun dengan kasih dan nurani.


Melahirkan Generasi Berani, Jujur, dan Lugas

Sebagai kepala madrasah, saya tak bercita-cita menjadikan lembaga ini terkenal. Tapi saya ingin madrasah ini melahirkan generasi yang mampu berkata jujur, berpikir dalam, dan bertindak adil, di tengah zaman yang membingungkan batas antara benar dan salah.

Saya ingin melihat para santri kita menjadi orang-orang yang tak mudah terbeli oleh pujian, tak mudah tunduk pada tekanan kekuasaan, dan tak mudah tertipu oleh kemewahan sesaat.


Menjadi Cahaya Meski Kecil

Madrasah ini mungkin kecil. Muridnya tak seberapa. Gedungnya sederhana. Tapi jika dari tempat sederhana ini lahir manusia-manusia jujur, merdeka, dan peduli—maka kita telah menang.

Kita bukan sedang membangun sekolah, tapi sedang menanam cahaya.

Cahaya yang akan terus menyala, bahkan jika dunia berubah menjadi kelam.