3/04/2025

Mandalawangi atau Mandalayuda: Persimpangan Zaman Pasca-Pandemi

Sejak dunia mengalami pandemi Covid-19, banyak hal yang berubah secara drastis. Pandemi bukan sekadar ujian kesehatan global, tetapi juga menjadi semacam gerbang transisi bagi peradaban manusia. Kini, satu tahun setelah fase seleksi dari masa-masa kritis pasca-pandemi, kita berada di ambang penentuan. Apakah dunia ini akan menuju Mandalawangi, era keseimbangan dan kemakmuran sebagaimana harapan leluhur Nusantara, atau justru terseret ke dalam Mandalayuda, zaman penuh konflik dan kehancuran?

Sejarah manusia selalu berjalan dalam siklus. Ketika sebuah bencana besar terjadi, selalu ada dua kemungkinan: kebangkitan atau kehancuran. Pandemi Covid-19 telah memaksa umat manusia untuk mengubah cara hidup mereka, mempercepat digitalisasi, menguji solidaritas sosial, dan memperlihatkan sejauh mana ketahanan setiap bangsa. Namun, setelah fase bertahan itu, kita masuk ke tahap berikutnya: ke mana dunia akan menuju?

Jika kita berbicara dalam kearifan Nusantara, ada dua jalan yang terbuka. Mandalawangi adalah simbol keseimbangan, sebuah tatanan dunia di mana manusia mampu hidup dalam harmoni dengan alam, spiritualitas, dan nilai-nilai luhur. Dalam konteks ini, dunia akan bergerak ke arah yang lebih baik, di mana kesadaran kolektif meningkat, teknologi digunakan untuk kebaikan, dan kesejahteraan semakin merata. Namun, jalan ini bukanlah sesuatu yang datang dengan sendirinya. Ia harus diperjuangkan dengan niat yang lurus dan sikap yang teguh.

Sebaliknya, Mandalayuda menggambarkan jalan lain yang penuh dengan konflik, keserakahan, dan kehancuran. Ketika manusia gagal memetik pelajaran dari pandemi dan justru semakin egois, haus kekuasaan, serta abai terhadap keseimbangan alam, maka dunia akan memasuki fase yang lebih gelap. Perang ekonomi, krisis energi, ketimpangan sosial yang semakin tajam, hingga ketidakpastian politik global menjadi tanda-tanda bahwa jalan ini bisa saja menjadi kenyataan.

Dalam menghadapi persimpangan ini, kesadaran dan ketangkasan berpikir (surti tur rancage) menjadi kunci. Dunia tidak akan berubah dengan sendirinya. Ia ditentukan oleh bagaimana manusia bersikap dan mengambil keputusan. Apakah kita akan menjadi bagian dari perubahan menuju keseimbangan, atau justru membiarkan diri terseret dalam pusaran kekacauan?

Pada akhirnya, perjalanan ini bukan hanya milik individu, tetapi juga kolektif. Jalan yang kita pilih sebagai umat manusia akan menentukan wajah dunia dalam beberapa dekade ke depan. Oleh karena itu, dalam detik-detik terakhir dari fase seleksi ini, kita diajak untuk terus mengamati, memahami, dan bertindak dengan kesadaran penuh.

Inilah saatnya untuk menentukan: Mandalawangi atau Mandalayuda?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar