12/30/2012

"KUJANG" ANTARA FALSAFAH DAN MITOLOGI SUNDA

Kujang adalah salah satu senjata khas dari daerah Jawa Barat, tepatnya di Pasundan (tatar Sunda). bentuk senjata ini cukup unik, dari segi desainnya tak ada yang menyamai senjata ini di daerah manapun, senjata ini di Jawa Barat. Tidak adanya kata yang tepat untuk menyebutkan nama senjata ini ke dalam bahasa International, sehingga Kujang dianggap sama pengertiannya dengan “sickle” (= arit/sabit), tentu ini sangat menyimpang jauh karena dari segi wujudnyapun berbeda dengan arit/sabit. Tidak sama juga dengan “scimitar” yang bentuknya cembung. Dan di Indonesia sendiri arit/sabit sebetulnya disebut “chelurit” (celurit). Mungkin untuk merespon kendala bahasa tersebut, tugas dan kewajiban budayawan sunda, dan media cetak lokal di tatarsunda yang harus lebih intensif mempublikasikannya senjata Kujang ini ke dunia International.
Asal muasal istilah Kujang berasal dari kata "Kudihyang" dengan akar kata "Kudi" dan "Hyang". "Kudi" diambil dari bahasa Sunda Kuno yang memilii pengertian senjata yang mempunyai kekuatan gaib sakti, sebagai jimat, sebagai penolak bala, misalnya untuk menghalau musuh atau menghindari bahaya/penyakit. Senjata ini juga disimpan benda pusaka, yang digunakan untuk melindungi rumah dari bahaya dengan meletakkannya di dalam sebuah peti atau tempat tertentu di dalam rumah atau dengan meletakkannya di atas tempat tidur (Hazeu, 1904 : 405-406) Sedangkan "Hyang" dapat disejajarkan dengan pengertian Dewa dalam beberapa mitologi, namun bagi masyarakat Sunda Hyang mempunyai arti dan kedudukan di atas Dewa, hal ini tercermin di dalam ajaran “Dasa Prebakti” yang tercermin dalam naskah Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian disebutkan “Dewa bakti di Hyang”. Secara umum, Kujang mempunyai pengertian sebagai pusaka yang mempunyai kekuatan tertentu yang berasal dari para dewa (=Hyang), dan sebagai sebuah senjata, sejak dahulu hingga saat ini Kujang menempati satu posisi yang sangat khusus di kalangan masyarakat Jawa Barat (Sunda). Sebagai lambang atau simbol dengan niali-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya, Kujang dipakai sebagai salah satu estetika dalam beberapa lambang organisasi serta pemerintahan.

KONSEP KEBEBASAN TOKOH JIM DALAM NOVEL THE ADVENTURES OF HUCKLEBERRY FINN



BAB I
PENDAHULUAN
1.      LATAR BELAKANG MASALAH
The Adventures Of Huckleberry Finn, karya besar mark Twain, mulai di tulis pada tahun 1876, tahun penerbitan buku cikal bakal, The Adventures of Tom Sawyer. Buku pertualangan Huck Finn dan Jim si budak hitam ini terbit tahun 1884. Kisah ini muncul dalam berbagai versi, mulai dari buku komik hingga aksi panggung opera, dari cetakan buku biasa hingga buku lengkap dengan kaset rekaman, dari film kartun hingga film layar lebar.
Walaupun buku aslinya telah beberapa kali direvisi oleh editor dan penerbitnya, Jhon C. Gerber meyakini masyarakat pembaca novel bahwa kisah ini memang sebuah karya legendaris yang sampai sekarangpun masih di baca ribuan dan ribuan orang. Dalam satu essainya tengtang Huck ia menyatakan bahwa”
            “….the book still retains its appeal for millions of readers. Scores of scholars, continue to argue over it and thousand of teacher to discuss it in class. The trip down the Mississippi river on the raft has become legendary…”[1]
            Dalam novel legendaries ini, Twain menciptakan tokoh Huck Finn dengan apik dan penuh kehati-hatian, dimana Huks mengisahkan pertualangan dirinya sendiri bersama Jim, si budak hitam, menyusuri sungan Mississippi. Sepanjang perjalanannya, mereka bertemu berbagai macam manusia seperti dua orang desperadoes di sebuah kapal, keluarga Kolonel Grangerfonrd dan musuh bebuyutannya, keluarga Shepherdson, dua orang penipu Duke dan The King, dan lain-lain. Dua tokoh ini Huck dan Jim, mengalami perjalanan yang menegangkan di sertai obrolan mereka yang kocak dan lucu. Pertualangan demi pertualangan mereka lalui disamping itu merekapun selalu menghindari berbagai kesulitan dan halangan serta bercerita tentang rintihan duka lara dan impian indah selama perjalanannya menyururi sungai.
            Satu factor yang menarik tentang perjalanan Huck dan Jim sepanjang menyusuri sungai. Yang ditulis dalam beberapa essay kritikus sastra, adalah penggambaran pesisir sungai Mississippi dari kacamata seorang anak, Huck Finn. Kisah pertualangan ini memang terasa hidup  serta menyentuh karena Huck sebagai narrator cerita ini adalah tokoh yang menurut para kritikus bersifat :
“….(Huck is) accepting, accommodating, compassionate, decent, dirty, good-natured, pathetic, practical, pragmatic, poker-faced, naïve, bad, good, heroic, and unhernic (1985,hal 10).
            Serangkaian sifat huck di atas ini dikumpulkan dan dituliis Gerber dalam tulisannya sebagai pembuka buku kumpulan essay-esaay One Hundred Years Of Huckleberry Finn. Dimana isi essai itu banyak menceritakan tokoh Huck dengan sudut pandangnya, ada juga yang membahas Tom Sawyer sebagai tokoh yang mempengaruhi jalan pikiran Huck, bahkan ada juga di antara essai ini yang membahas Twain sebagai penulis dari pada novel yang ditokohi oleh Huck Finn itu sendiri. Tokoh huck ini memang cukup berkesan dan menarik sekali untuk di terus dibahas dan di pelajari karena banyak aspek yang bias di ungkapkan dari sikap yang legak dan lucu dalam celotehannya.
2.      POKOK PERMASALAHAN
Di dalam cerita ini, seorang tokoh yang bernama Jim sempat mengungkapkan keinginan dan impiannya bila ia bebas, setelah ia baca buku tentang sejarah Amerika masa itu, melihat dari pada impian dan keinginannya itu saya menemukan beberapa pokok untuk mencapai kebebasan itu sendiri tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Selain menuliskan bahwa kaum kulit hitam memperjuangkan kebebasan dengan pengorbanan material dan moral dalam jangka waktu yang tidak sebentar, selain itu, sejarah juga seperti apa kebebasan atau impian mereka tersebut. Impian ini akhirnya terwujud nyata setelah konstitusi Amerika menghapuskan perbudakan pada akhir abab ke-19.
Kebebasan sebagai impian budak kulit hitam dicatat dalam sejarah adalah bentuk kebebasan secara kebanyakan. Namun yang jaddi permasalahnya adalah kebebasan seperti apakah yang disampaikan melalui tokoh Jim ini. Apakah Jim sendiri mempunyai angan-angan seperti dalam buku sejarah mengenai ras kulit hitam atau kan lebih? Singkatnya kebebasan seperti apa yang berada dalam benak pikiran Jim itu sendiri?



BAB II
LANDASAN TEORI
1.      PENOKOHAN
Disini saya menganalisis novel The Adventures of Huckleberry Finn dengan pedoman teori sastra mengenai tokoh dan penokohannya. Adapun yang akan dikaji oleh penulis yaitu mengenai struktur penokohan Jim dan Huck dengan menggunakan terori penokohan karena pembaca mengetahui sedikit banyaknya mengenai pola, tingkah dan ucapan dari narasi yang disampaikan oleh Huck, yang menjadi salah satu tokoh utama dalam novel tersebut.
A.    PENOKOHAN MENURUT ARSWENDO ATMOWILOTO
Arsendo Atmowiloto, seorang pengarang Indonesia masa sekarang, dalam bukunya Mengarang Itu Gampang mengungkapkan sedikit tentang tokoh dan penokohan. Ia menyatakan bahwa tokoh berkaitan erat dengan alur cerita itu sendiri. Sang tokoh bias saja berubah, dalam pemikiran atau tingkah lakunya. Di awal cerita mungkin ia adalah seorang tokoh yang menyenangkan, namun pada akhir cerita, sang tokoh ini mungkin berubah menjadi seorang yang menyebalkan.
Bagaimana kita bias mengetahui pemikiran atau tingkah laku seorang tokoh? Arswendo berkata bahwa dalam menggambarkan satu tokoh, semua biasa terlihat; bisa dari kacamata “aku” bisa juga dengan menggunakan “nama tertentu yang bukan aku” (1987 : halaman 41).
1.      BISA DILIHAT DAN BISA DIISYA RATKAN
Mungkin maksud Arswendo dengan mengandaikan satu tokoh. Kita sebut saja namanya si Anu. Si tokoh Anu ini sebenarnya bisa terlihat jika ia langsung disebut karakternya oleh sang pengarang, bahwa si anu ini orangnya begini atau begitu. Selain itu ci Anu juga bisa diisyaratkan  jika sang pengarang menulis pemikiran dan tingkah laku ci Anu selama menghaddapi/menyelesaikan berbagai peristiwa di sepanjang certia.
2.      SIFAT LAHIRIAH DAN SIFAT BATINIAH
Pengarang juga bisa menuliskan sifat lahiriahnya, seperti rambutnya yang hitam dan keriting, pipinya yang kempot dan giginya yang ompong, ia tinggal di sebuah gubug tua yang kumuh, kotor, dan lain sebagainya
Kemudian kita bandingkan sifat lahirian dengan sifat batiniah,  jelasnya sifat batiniah ini sifat yang tak bisa dilihat mata telanjang, sifat ini bisa berupa seperti malas, dan jorok, atau juga bisa seperti keduanya, misalnya si Anu itu penolong dan pemurah akan tetapi ia suka berbohong.
3.      SUDUT PANDANG “AKU” DAN “NAMA TERTENTU BUKAN AKU”
Pengarang juga berkuasa penuh untuk menentukan siapa yang jadi narrator cerita atau pencerita; bisa itu ci tokoh utama, tokoh marginal, atau bukan satu tokohpun dalam cerita itu.
Maksudnya disini, bisa saja si Anu adalah tokoh utama atau tokoh marginal yang mengaku sebagai “aku” namun ia hanya bisa melaporkan kepada pembaca atas apa yang ia lihhat saja. Lain halnya jika memang pengarang tidak memberikan “kekuasaan” kepada satu tokohpun dalam cerita. Pembaca bisa dengan leluasa melihat penggambaran tokoh secara mendetai. Sang penulis memang memberikan keleluasaan buat pembacanya untuk bergerak dari satu tokoh ke tokoh yang lain, dan membiarkan si pembacamempunyai interpretasinya sendiri, penulis memberikan symbol nama kepada tokoh-tokoh atau, yang tadi disebut oleh Arswento ”nama tertentu yang bukn aku”
B.     PENOKOHAN MENURUT PICKERING HOEFER[2]
Seperti yang di ungkapkan juga Arswento, James Pickering dan Jeffrey D. Hoeper dalam buku mereka mengemukakan pembagian cara seorang pemula melukiskan penampilan tokoh dalam ceritanya, yaitu dengan teknik membertahu (telling) dan teknik menggambarkan (showing)






BAB III
ANALISIS KEBEBASAN TOKOH JIM
DALAM NOVEL THE ADVENTURES OF HUCLEBERRY FINN
A.    FAKTA DALAM NOVEL
1.      KEBEBASAN MENURUT JIM
Sebagai pembuka analisis novel ini, saya akan mencoba menganalisis keinginan dan hasrrat besar Jim untuk bebas dari perbudakan yang mana dapat dilihat dari tingkah laku Jim dan dialognya dengan Huck. Jim hanya menyatakan keinginannya untuk bebas kepada Huck, karena setelah ia lari dari Miss Watson ia banyak menghabiskan waktunya bersama Huck. Di bawah ini saya akan menganalisis keinginannya terseebut yang dapat diketahui dari ucapan dan tingkah lakunya. Dalam hal ini saya dapat mengetahui dari laporan yang disampaikan oleh Huck, sang narrator.
Proses pencapaian Jim ini memang dimulai sejak ia melarikan diri dari Miss Watson, seperti halnya budak hitam lain di daerah selatan, Jim diperlakukan kurang baik oleh Miss Watson, majikannya. Jim sendiri yang menyampaikan hal ini dalam Bab VIII saat pertama kali ia bertemu dengan Huck di Jackson Island. Namun alas an ia melarikan diri bukan karena Miss Watson ysng memperlakukannya dengan buruk, alas an sebenarnya baru ia ungkapkan seetelah mereka mencari makan di pulau itu. Saat itu Huck bertanya tentang alas an Jim berada di pulau tersebut.
Pada awalnya terlihat nada segan saat Jim menceritakan hal ini karena ia takut Huck akan mencertakan lagi ke Miss Watson dan penduduk kota tersebut. Namun setelah Huck meyakinkan bahwa ia tidak akan kembali lagi ke kota tersebut jadi semuanya akan aman, Jim baru memberitahukan bahwa alas an sebenarnya ia melarikan diri dari Miss Watson karena akan dijual ke New York Oerlans oleh majikannya itu sendiri.
“…Miss Watson, she pecks on me all de time, en treat me pooty, but she always said she would’ sell me down to Orlean. But I noticed they was a nigger trader around the place considable lately, and I begin to get uneasy. Well,  one night I creeps to the do pooty, and the warn’t quite shet. And I all missus tell de wider she gwyne to sell me down to orleand, but she didn’t want to, but she could git eight hundred dollar for me. And I lets out mighty quick, I tell you (56-57. 1960)
            Saya melihat kalimat pertami dari kutipan di atas merupakan satu kunci tentang makna kebebasan bagi dirinya. Jika Jim di jual ke New Oerland, ada beberapa kemungkinan yang ia takutkan. Kemungkinan pertama bahwa ia akan diperlakukan lebih buruk dari yang sekarang, dan ada kemungkinan lain Jim tidak mau jadi budak di tempat asing yang jauh dari keluarganya. Jika toh berada jauh dari tempat tinggal anak istrinya, lebih baik ia menjadi manusia bebas dan dapat bekerja  untuk menebus mereka.
Pada bab ke-23, diceritakan oleh Jim bahwa anak perempuannya suatu waktu sakit panas, dan di saat si anak sembuh, ia memperlakukan anaknya dengan sedikit kasar, ia mengira bahwa anaknya tidak patuh terhadapnya, sehingga ia selalu membentak Elizabert. Namun setelah ia mengetahui bahwa anaknya terseut ternyata menjadi tuli karena sakit panas yang diderita di hari-hari sebelumnya. Ia menyatakan rasa bersalah terhadapat anaknya kepad Huck karena ia suka membentak anak perempuannya itu.saai ia mengatakan hal ini, ia menangis. Dari situ kita tahu bahwa jim mempunyai perasaan bersalah mendalam.
Alas an selanjutnnya yang memacu agar ia dapat terbeas dari perbudakan adalah untuk mempunyai harta dan barang sendiri. Alas an ini mungkin beralasan dengan maksud Jim untuk membeli keluarganya dari perudakan. Lihat kutipan dibawah ini
he was saying how the first thing he would do when he got to a free state he would go to saving up money and never spend a single cent, and when he got enough he would buy his wife, which was owned on a farm close to where Miss Watson lives, and then they would both work to buy the two children”,….(hal 144)
            Sampai pada akhirnya Jim sangat bahagia sekali karena secercik harapan untuk mewujudkan keinginannya sudah bisa terlihat di hadapannya, jadi dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa Jim telah :
1.      Bebas dan mempunyai harapan untuk dapat pergi ke free state dan bekerja di sana, setelah itu ia akan mempunyai uang untuk membeli (membebaskan) istri dan anaknya.
2.      Dapat makann apa saja yang ia inginkan, dan bisa menikmati waktu dengan santai
3.      Mempunyai barang berharga pribadi ( Uang)
4.      Melihat sebuah kesempatan untuk dapat membeaskan istri dan anak-anakny dari majikannya.

BAB IV
KESIMPULAN
Mengenai kesipulan analisis tentang kebebasan Jim, saya tidak akan terlalu banyak mengambil sebuah kesimpulan dari hasil pembahasan di atas, karena, takkala saya menyimpulkan sebuah uraian dari pembahasan, secara tindak langsung sadar dan tak sadar pemahaman atau pola-pikir pembaca akan tersekat pada kesimpulan itu sendiri. Jadi, saya sarankan silahkan simpulkan pembahasan dia atas oleh pemahaman pembaca.

















BAB V
REFERENSI
Atmowiloto, Arswendo. Mengarang Itu Gampang. Jakarta: Gramedia, 1982
Twain, Mark. The Adventures of huckleberry Finn. New York: Washington Square Press INC., 196o
Cerveza, "The Adventures of Huckleberry Finn," Contemporary Literary Criticism vol. 41, 1921. pp 1156-67.



[1] Richard Sattemeyer, ed., One Hundred Year of Huckleberry Finn, Missouri : University of Missouri, 1985, hal.1
[2] Jameh H. Pichering dan Jeffrey D, Hoeper, Coocise Companion to Literature, New York : Macmillan PublishingCo. Inc., hal 23-34

PADA SEBUAH KAPAL (Emansipasi Wanita)



PADA SEBUAH KAPAL
(Emansipasi Wanita)

Karya sastra secara umum sebenarnya merupakan gambaran kehidupan   nyata. Hal ini karena terciptanya suatu karya tidak lain adalah hasil dari penghayatan penulis terhadap suatu kehidupan. Untuk itu tidak berlebihan bila dikatakan bahwa sastra terutama dalam hal ini novel merupakan kehidupan yang dikisahkan lewat media tulis.
Salah satu pengamat sastra yang bernama Dr. Effendi yang juga dosen di Pascasarjana UNJ mengatakan bahwa sebuah karya sasra diciptakan melalui proses kreatif yaitu imajinasi dan kontemplasi sastrawan terhadap pengalaman yang didapatnya dari kehidupan (alam). Dan segala yang didapat oleh sastrawan melalui proses kreatif itu dituangkan ke dalam bahasa. Hal ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan “Dalam peristiwa sastra, pengalaman itu diungkapkan dengan bahasa”(Sumardono dan Saini, 1994). Tidak salah juga apabila Faruk dalam bukunya “Sosiologi Sastra” (1994) mengambil pendapat Goldmann yang melibatkan fakta kemanusiaan dalam proses terciptanya karya sastra.
Secara mimetik dalam proses penciptaan karya sastra (seni), sastrawan/seniman tentu saja telah melakukan pengamatan yang seksama terhadap kehidupan manusia dalam dunia nyata dan lalu membuat perenungan terhadap kehidupan itu sebelum menuangkan dalam karya sastra (seni)-nya. Dengan demikian karya sastra pada hakikatnya adalah tanggapan seseorang (pengarang) terhadap situasi di sekelilingnya.
Pandangan semacam ini berangkat dari pemikiran bahwa karya sastra merupakan refleksi kehidupan nyata. Refleksi ini terwujud karena adanya peniruan dan dipadukan dengan imajinasi pengarang terhadap realitas alam atau kehidupan manusia.

12/25/2012

Wajahmu yang Garang



Wajahmu yang Garang
Oleh :
Ibnu Saepul Bahri

Udara segar dipagi hari perlahan membangunkanku dari dunia mimipi ke alam nyata, ku panjatkan do’a kepada Tuhan yang maha kuasa atas kesempatan hidup yang masih diberikan kepadaku agar senantiasa menambah pundi-pundi amal ibadahku, kubersandar sejenak didinding yang mungkin sudah aga kusam, kemudian ku teguk segelas air yang telah kupersiapkan sebelum tidur, tendengar suara burung yang berkicau dari dahan satu kedahan yang lain, matahari menyingsing dari upuk timur ke upuk barat, membuat hidupku terbuai terpesona oleh keagungan-Nya. Subhanallah pagi yang indah bisikku...
kulihat ke arah jam yang tergantung di dinding tepat berada didepan pandanganku, seketika itu aku kaget “Asagfirullahal Adzim kesiangan lagi”. Tanpa terpikir aku segera pergi ke kamar mandi dan membilas seluruh tubuhku, atau setengah badanku, atau juga hanya wajahku dan kepala saja. Baju yang kupakai semalam tak sempat aku lepas karena aku ingat bahwa dosenku sangat kejam dan buas. Sepatu yang tergeletak di depan kamarku telah setia menungguku, tanpa basa-basi segera aku pakai sepatu itu kemudian aku berlari ke kampus yang tak jauh jaraknya, dengan di temani sepatu gujil yang tak pernah dicuci hampir dua tahun lamanya, karena bagiku sehelai debu yang menempel di sepatu adalah sejarah perjuanganku walau sepatu yang kupakai basah kuyup tersiram hujam semalam.
Langkahku semakin cepat, setengah berlari, sehingga akhirnya aku berlari juga. Dalam pikiranku hanya terbayang wajah dosen yang geram menyambut kedatanganku yang terlambat walau tak terasa kakiku menginjak seluruh jemuran kerupuk yang terhampar dipekarangan yang lumayan luas punya ibu kosku. Subhanallah masalah lagi.! Tetapi kakiku memaksaku harus terus berlari ketempat dimana aku harus belajar walau aku sadar aku harus melewati pohon rindang yang selalu dipenuhi oleh ribuan mahasiswa yang lalu lalang, tiga gedung misteri dan tanjakan jebakan pohon nangka yang selalu menjatuhkan nagka-nangka kecil yang selalu berguguran.
Dibawah pohon rindang yang menjadi tempatku nongkrong sama sekali tak terlintas dipikiranku, tabrakan dengan beberapa orang pun terjadi karena lariku yang tergesa-gesa. Suara yang lantang memanggil namaku entah siapa itu ku hiraukan sama sekali dalam hati aku berkata “maafkan aku sahabat bukan aku tak setia padamu untuk ikut nongkrong bareng sambil minum secangkir kopi dan sebatang roko seperti biasanya tapi hidup dan matiku ditangan dosen yang berwajah sangar”. Aku terus berlari walau berapa kali aku harus tertimpa buah nangka kecil yang berjatuhan dari tanggkalnnya, walau terasa sakit, napasku mau habis, sepatuku basah, kakiku menjadi lecet dan wajahku masih bertaburan bunga tidur dimataku. Akkhirnya sampailah di depan gedung dimana aku harus ketemu dengan dosen itu. Ternyata penderitaanku belum berakhrir disini karena masih ada tiga tangga yang harus aku lewati lagi.
Singkat cerita akhirnya aku sampai di depan pintu kelasku. Dan ku buka pintu itu tanpa asi-basi aku langsung duduk dibangku yang paling depan. Tapi kenapa suara ini ramai dengan gelak tawa ternyata aku baru sadar bawha yang di dalam kelas itu anak semester satu, “Ya Allah kenapa penderitaanku ini begitu berat seperti ini” bisikku...
Dengan wajah aga merah aku terpaksa keluar dari kelas itu, ku tarik sejenak napasku dan ku buka hpku yang tak sempat ku lihat dari semalam ternyata ada sms dari beberapa temanku kemudian ku baca
“ jarkom : teman besok katanya tidak ada kuliah coz ci Bapaknya lagi ada acara di luar kota. Sent all”.

10/24/2012

Kumpulan Sajak-Sajak Indah




AYAH

Lima tahun suda kau tinggalkan aku
Tanpa kata, tanpa suara
Hanya kenangan yang kau berikan
Kini aku sadar, ketiadaanmu menjadikanku untuk lebih dewasa
Ada hikmah yang besar di balik kepergianmu Ayah
Kemandirian, Kesabaran, Kepasrahan itulah yang aku dapatkan
Mungkin jika kamu masih ada semua itu tak akan ku dapatkan
Ya Robb…
terimaksih atas rahasia yang kau berikan kepadaku, di balik kepergian Ayahku
selamat jalan Ayah
Ibnu Saepul Bahri,
Bandung, 08 Oktober 2012

4/05/2012

PROSES PEMBUATAN ESSAY

Ø  Pertama, tuliskanlah (rumuskanlah) sebuah pernyataan gagasan pokok, berupa satu kalimat lengkap. Gagasan pokok merupakan pandangan atau pendirian Anda tentang topik yang Anda pilih. Bila Anda mengarang sebuah esai, pembicaraan Anda hendaknya terarah kepada gagasan pokok itu. Tujuan mengarang ialah membeberkan gagasan pokok Anda tentang suatu hal. 
Ø  Kedua, untuk mengarang esai yang Anda rencanakan itu, pikirkan dan rumuskanlah pikiran-pikiran utama yang mendukung dan membeberkan gagasan pokok Anda itu.

3/04/2012

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT ANALITIKA



A.     PENGANTAR
Analitika bahasa adalah suatu metode yang khas dalam filsafat untuk menjelaskan, menguraikan dan menguji kebenaran ungkapan-ungkapan filosofis. Secara historis tradisi ini sebenarnya telah berkembang sejak lama bahkan sejak zaman pra Sokrates. Namun demikian, lalu istilah itu menjadi populer dan berkembang pada abad XX terutama di Inggris khususnya dan Eropa pada umumnya. Perkembangan filsafat analitika bahasa itu memang tidak dapat dijelaskan begitu saja terpisahkan dari aliran-aliran yang berkembang sebelumnya seperti aliran rasionalisme. Idealisme, empirisme, imaterialisme dan aliran postivisme. Atas dasar kenyataan historis yang demikian inilah maka filsafat analitika bahasa menjadi sangat sulit sekali untuk dibatasi berdasarkan wilayah perkembangannya. Oelh karena itu akan menjadi lebih memadai bilamana uraian perkembangan filsafat analitika bahasa itu difokuskan pada perkembangan berdasarkan aliran-aliran. Terlebih lagi terdapat banyak filsuf yang memiliki kebiasaan melanglang jagad, pindah dari negara satu ke negara lainnya misalnya Bertrand Russell, Wittgenstein dan tokoh lainnya. Demikian juga terdapat suatu aliran yang berkembang di Eropa akan tetapi pusatnya di Wina sehingga aliran tersebut juga disebut ‘Mazhab Wina’ atau ‘kring Wina’. Selain itu setelah perkembangan filsafat bahasa biasa, pengaruhnya meliputi berbagai negara di Eropa maupun Amerika.
Pada dasarnya perkembangan filsafat analitika bahasa itu meliputi tiga aliran yang pokok yaitu ‘atomisme logis’ (logical atomism), ‘positivisme logis’ (logical positivism), atau kadang disebut juga ‘empirisme logis’ (logical empirism), dan ‘filsafat bahasa biasa’ (ordinary language philosophy).
B.      Atomisme Logis
Dalam perkembangan pemikiran filsafat di Iggris, permulaan abad XX, muncullah suatu perkembangan pemikiran yang baru yang oleh para ahli sejarah filsafat disebut sebagai suatu perubahan yang radikal atau sebagai suatu ‘revolusi’. Perkembangan baru ini membawa perubahan dalam gaya, arah dan corak pemikirannya.