EVOLUSI: DOKTRIN
ATEIS BERKEDOK SAINS
CATATAN FOSIL MEMBANTAH EVOLUSI
CATATAN FOSIL MEMBANTAH EVOLUSI
(Artikel Harun
Yahya)
Segala sesuatu sekecil apapun di alam
ini memperlihatkan adanya penciptaan yang luar biasa. Akan tetapi paham
materialisme yang diwakili oleh Darwinisme, yakni teori evolusi, telah
bersembunyi di balik kedok sains untuk menolak fakta penciptaan di alam. Teori
yang mengatakan bahwa kehidupan berasal dari materi tak hidup melalui
serangkaian peristiwa kebetulan ini sebenarnya telah diluluhlantakkan dengan
pengakuan bahwa alam ini diciptakan oleh Allah. Seorang astrofisikawan Amerika,
Hugh Ross mengatakan hal ini:
"Atheisme, Darwinisme, dan
bahkan bisa dikatakan semua "isme-isme" yang lahir dari
filsafat-filsafat abad ke-18 hingga abad ke-20 dibangun di atas sebuah asumsi,
yakni asumsi yang salah, bahwa jagat raya adalah kekal dan tak hingga.
Keganjilan ini telah menempatkan kita berhadap-hadapan dengan sebab - atau
penyebab - di luar/di balik/di hadapan alam semesta dan segala isinya, termasuk
kehidupan itu sendiri."
Kendatipun doktrin evolusi telah ada
sejak jaman Yunani kuno, teori evolusi dikemukakan secara lebih mendalam di
abad 19. Yang menjadikan teori tersebut sebagai bahasan terpenting dalam dunia
ilmiah adalah kemunculan buku "The Origin of Species" karya
Charles Darwin di tahun 1859. Dalam buku ini, Darwin mengingkari penciptaan spesies yang
berbeda-beda jenis secara terpisah oleh Allah seraya mengatakan bahwa semua
makhluk hidup berasal dari satu nenek moyang yang sama yang kemudian berkembang
menjadi spesies-spesies yang berbeda dalam kurun waktu yang lama melalui
perubahan bentuk sedikit demi sedikit.
Kalau memang demikian yang terjadi,
maka seharusnya pernah terdapat sangat banyak spesies peralihan selama periode
perubahan yang panjang ini. Sebagai contoh, seharusnya terdapat beberapa jenis
makhluk setengah ikan-setengah reptil di masa lampau, dengan beberapa ciri
reptil sebagai tambahan pada ciri ikan yang telah mereka miliki. Atau
seharusnya terdapat beberapa jenis burung-reptil dengan beberapa ciri burung di
samping ciri reptil yang telah mereka miliki. Evolusionis menyebut
makhluk-makhluk khayalan yang mereka yakini hidup di masa lalu ini sebagai
bentuk "transisi"
Jika binatang-binatang seperti ini
memang pernah ada, maka seharusnya mereka muncul dalam jumlah dan variasi
sampai jutaan atau milyaran. Lebih penting lagi, sisa-sisa makhluk-makhluk aneh
ini seharusnya ada pada catatan fosil. Jumlah bentuk-bentuk peralihan ini pun
semestinya jauh lebih besar daripada spesies binatang masa kini dan sisa-sisa
mereka seharusnya diketemukan di seluruh penjuru dunia. Dalam "The
Origin of Species" Darwin
menjelaskan:
"Jika teori saya benar, pasti
pernah terdapat jenis-jenis bentuk peralihan yang tak terhitung jumlahnya, yang
mengaitkan semua spesies dari kelompok yang sama…Sudah tentu bukti keberadaan
mereka di masa lampau hanya dapat ditemukan pada peninggalan-peninggalan
fosil."
Teori Darwin sama sekali tidak
didasarkan pada penemuan ilmiah yang nyata sebagaimana yang diakuinya, jadi ini
hanya sekedar "dugaan". Di samping itu, sebagaimana yang diakui Darwin dalam satu bab
panjang berjudul "Difficulties of the Theory (Kesulitan-Kesulitan
Teori Ini)" dalam buku "The Origin of Species" di mana ia
mengatakan:
"…Jika suatu spesies memang
berasal dari spesies lain melalui perubahan sedikit demi sedikit, mengapa kita
tidak melihat sejumlah besar bentuk transisi di manapun? Mengapa alam tidak
berada dalam keadaan kacau balau, tetapi justru seperti kita lihat,
spesies-spesies hidup dengan bentuk sebaik-baiknya?… Menurut teori ini harus
ada bentuk-bentuk peralihan dalam jumlah besar, tetapi mengapa kita tidak
menemukan mereka terkubur di kerak bumi dalam jumlah yang tidak terhitung?… Dan
pada daerah peralihan, yang memiliki kondisi hidup peralihan, mengapa sekarang
tidak kita temukan jenis-jenis peralihan dengan kekerabatan yang erat? Telah
lama kesulitan ini sangat membingungkan saya."
Ini berarti bahwa: Allah tidak
menciptakan makhluk hidup melalui proses evolusi!:
"Sucikanlah nama Rabbmu Yang
Maha Tinggi, yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya), dan yang
menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk…" (QS. Al-A'laa,
87:1-3)
Sumber:
1. Harun
Yahya: Before You Regret, Al-Attique Publishers Inc. Canada, 2001, hal.:
62-64.
2. Harun
Yahya: Keruntuhan Teori Evolusi, Dzikra Bandung, 2001, hal.: 20-30.
Kebohongan Ilmiah
Allah swt telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sempurna, begitu pula berbagai jenis makhluk hidup yang ada
di bumi, masing-masing diciptakan Allah dengan bentuknya yang khusus dan telah
sempurna.
Namun, sepanjang sejarah hingga zaman
ini, masih saja kita temui golongan yang menentang fakta ini. Mereka
memunculkan teori tandingan yang tidak memiliki bukti ilmiah nyata. Dengan
kedok sains, para ilmuwan ini bahkan berani terang-terangan berbohong dan mengingkari
fakta penciptaan tiap-tiap jenis makhluk hidup secara khusus dan sempurna,
termasuk manusia. Di bawah ini adalah sedikit dari sekian banyak kebohongan dan
manipulasi ilmiah yang ada di dunia sains:
Manusia Piltdown: Fosil
palsu!
Pada tahun 1912, seorang dokter
terkenal yang juga ahli paleoantropologi amatir, Charles Dawson, mengklaim
telah menemukan tulang rahang dan fragment tengkorak di dalam sebuah lubang di
Piltdown, Inggris. Kendatipun gigi dan tengkoraknya terlihat berasal dari
manusia, akan tetapi tulang rahang tersebut lebih menyerupai kera. Spesimen ini
lalu dinamakan "Manusia Piltdown". Fosil yang diduga berusia 500 ribu
tahun ini dipajang di beberapa museum sebagai bukti kuat terjadinya evolusi
manusia. Selama lebih dari 40 tahun, telah banyak artikel ilmiah tentang
"Manusia Piltdown" ditulis, sejumlah penafsiran dan gambar dibuat,
dan fosil tersebut dikemukakan sebagai bukti penting yang menunjukkan
terjadinya evolusi manusia. Tidak kurang dari 500 tesis doktor mengenai subyek
ini telah dihasilkan. Seorang ahli paleoantropologi asal Amerika, Henry
Fairfield Osborn, ketika berkunjung ke British Museum
di tahun 1935 berkomentar: "…kita harus selalu diingatkan bahwa alam
dipenuhi keanehan, dan ini adalah sebuah temuan yang mengejutkan tentang
manusia prasejarah…"
Pada tahun 1949, Kenneth Oakley dari
departemen paleontologi British Museum mencoba melakukan "pengujian
fluorin", metode baru yang digunakan untuk menentukan umur fosil-fosil
kuno. Setelah pengujian fluorin dilakukan pada fosil manusia Piltdown, hasilnya
sungguh mengejutkan. Ternyata tulang rahang Manusia Piltdown tidak mengandung
fluorin. Ini berarti tulang rahang tersebut terkubur kurang dari beberapa tahun
yang lalu. Sedangkan tengkoraknya yang hanya mengandung fluorin dalam kadar rendah
menunjukkan bahwa umurnya hanya beberapa ribu tahun.
Penemuan selanjutnya mengungkapkan
bahwa gigi pada tulang rahang berasal dari orang utan yang direkayasa agar
tampak usang, dan bahwa peralatan-peralatan "primitif" yang ditemukan
bersama fosil tersebut hanyalah imitasi sederhana yang telah diasah dengan
menggunakan peralatan baja. Berdasarkan hasil penelitian terperinci yang
dilakukan oleh Weiner, pemalsuan ini kemudian diumumkan tahun 1953. Tengkorak
tersebut ternyata milik manusia yang hanya berusia 500 tahun, sedangkan tulang
rahang pada fosil tersebut ternyata milik kera yang baru saja mati! Kemudian
gigi-gigi pada fosil telah disusun berderet dan ditempatkan pada rahangnya
secara khusus, dan sendinya dirancang menyerupai sendi manusia. Lalu semua
bagian diwarnai dengan potasium dikromat agar tampak kuno. Warna ini memudar
ketika fosil palsu tersebut dicelup dalam larutan asam. Le Gros Clark, anggota
tim yang membongkar skandal penipuan ini, tidak mampu menyembunyikan rasa
kagetnya atas kejadian tersebut dan berkomentar: "bukti-bukti abrasi
tiruan dengan segera tampak di depan mata. Begitu gamblangnya sampai-sampai
patut dipertanyakan bagaimana hal ini sampai bisa lolos dari pengamatan
sebelumnya?"
Setelah skandal ini terbongkar, fosil
"Manusia Piltdown" dengan segera disingkirkan dari British Museum
setelah lebih dari 40 tahun dipajang.
Manusia Nebraska: Gigi Babi!
Di tahun 1922, Henry Fairfield Osborn,
manajer American Museum of Natural History, mengumumkan telah menemukan sebuah
fosil gigi geraham yang berasal dari periode Pliosin, di Nebraska Barat dekat
Snake Brook. Gigi ini dinyatakan memiliki ciri gigi manusia dan gigi kera.
Argumentasi ilmiah yang seru pun terjadi. Sebagian orang menafsirkan gigi ini
berasal dari Pithecanthropus erectus, sedangkan sebagian yang lain
menyatakan gigi tersebut lebih mirip gigi manusia. Selain diberi nama
"Manusia Nebraska",
fosil yang memunculkan polemik sengit ini diberi "nama ilmiah": Hesperopithecus
haroldcooki.
Banyak ahli yang memberikan dukungan
kepada Osborn. Berdasarkan satu gigi ini, rekonstruksi kepala dan tubuh Manusia
Nebraska pun
digambar. Lebih jauh, Manusia Nebraska
bahkan dilukis bersama dengan istri dan anak-anaknya sebagai sebuah keluarga
dengan latar belakang pemandangan alam.
Semua skenario ini dibangun berdasarkan
atas fosil satu gigi saja. Evolusionis (golongan yang mempercayai teori
evolusi) begitu meyakini keberadaan "manusia bayangan" ini, hingga
ketika seorang peneliti bernama William Bryan menolak penafsiran yang
menyimpang ini, ia dikritik dengan pedas.
Di tahun 1927, bagian lain dari
kerangkanya diketemukan. Berdasarkan serpihan tulang ini, gigi tersebut
ternyata bukan berasal dari kera ataupun manusia, akan tetapi milik spesies
babi liar Amerika yang telah punah bernama prosthennops. William Gregory
memberi judul artikelnya yang dimuat majalah Science dengan: "Hesperopithecus:
Apparently Not An Ape Nor A Man (Hesperopithecus: Ternyata Bukan Kera Ataupun
Manusia)". Dalam tulisan tersebut ia mengumumkan kekeliruan ini.
Segera setelah kejadian itu, semua gambar Hesperopithecus haroldcooki dan
"keluarganya" segera dihapus dari literatur evolusi.
Ota Benga: Bunuh Diri
Karena Merana
Setelah Darwin mengklaim bahwa manusia
berevolusi dari makhluk hidup mirip kera dalam bukunya The Descent of Man,
ia lalu mulai mencari fosil-fosil yang mendukung argumentasinya. Sejumlah
evolusionis bahkan percaya bahwa makhluk "separo manusia-separo kera"
tidak hanya ditemukan dalam bentuk fosil, tetapi juga dalam keadaan masih hidup
di berbagai tempat di bumi. Di awal abad 20, pencarian "mata rantai
transisi yang masih hidup" ini menghasilkan sejumlah peristiwa yang
mengenaskan, dan yang paling tidak berperikemanusiaan di antaranya adalah yang
menimpa seorang Pigmi (suku di Afrika Tengah dengan tinggi badan rata-rata
kurang dari 127 cm) bernama Ota Benga.
Ota Benga ditangkap di tahun 1904 oleh
seorang peneliti evolusionis di Kongo, Afrika. Dalam bahasanya, Ota Benga
berarti "teman". Ia memiliki seorang istri dan dua anak. Dengan
dirantai dan ditempatkan dalam kurungan, ia dibawa ke Amerika Serikat. Di sana para ilmuwan
evolusionis memamerkannya di hadapan khalayak ramai pada Pekan Raya Dunia di
St. Louis bersama spesies kera lain dan memperkenalkannya sebagai "mata
rantai transisi terdekat dengan manusia". Dua tahun kemudian, ia
dibawa ke Kebun Binatang Bronx di New York di mana ia dipamerkan dalam kelompok
"nenek moyang manusia" bersama beberapa sipanse, gorila bernama
Dinah, dan orang utan bernama Dohung. Dr. William T. Hornaday, seorang
evolusionis direktur kebun binatang tersebut memberikan sambutan panjang lebar
tentang betapa bangganya ia mempunyai "bentuk transisi" yang luar
biasa tersebut di kebun binatangnya dan memperlakukan Ota Benga dalam kandang
bak seekor binatang. Setelah tidak tahan dengan perlakuan ini, Ota Benga
akhirnya bunuh diri.
DIAMBIL DARI
"KERUNTUHAN TEORI EVOLUSI"
KARYA HARUN YAHYA, DZIKRA, INDONESIA, 2001
KARYA HARUN YAHYA, DZIKRA, INDONESIA, 2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar