Mari kita renungkan bersama. Kita yang hari ini, dalam diam, sering merasakan kegelisahan, kesedihan, dan ketidakpastian dalam hidup. Kita yang berulang kali berhadapan dengan kegagalan, kekecewaan, dan luka-luka perjalanan. Kita yang mencari makna di antara hiruk-pikuk dunia, namun kerap merasa hampa dan kehilangan arah.
Sering kali kita merasa rendah diri ketika anak-anak kita tidak menjadi sarjana terhormat, tidak menyandang gelar tinggi, atau tidak menduduki jabatan duniawi. Kita khawatir dan cemas, seakan-akan keberhasilan mereka hanya diukur dari sejauh mana mereka menapaki tangga dunia. Namun, pernahkah kita lebih dalam merenung? Bahwa ada yang jauh lebih berharga dari sekadar kesuksesan duniawi?
Menangislah bukan karena mereka tidak meraih gelar, tetapi karena mereka tidak mengenal sujud. Sedihlah bukan karena mereka tak menjadi pejabat, tetapi karena mereka tidak merasakan manisnya doa. Renungkanlah, betapa pilu jika anak-anak yang kita tinggalkan tidak mampu menuntun kita dalam shalat jenazah, tidak melantunkan ayat-ayat suci untuk kita, tidak memahami makna doa yang sejatinya menjadi penerang kita di alam kubur.
Sebab, kelak ketika jasad kita kembali ke tanah dan ruh mengarungi keabadian, semua yang kita banggakan di dunia tak lagi berarti. Rumah-rumah megah, harta berlimpah, jabatan yang tinggi—semuanya akan kita tinggalkan. Namun, ada satu warisan yang akan terus mengalir meskipun kita telah tiada: anak-anak yang saleh, yang setiap hari menyebut nama kita dalam sujudnya, mengirimkan doa-doa yang menjadi penerang dalam perjalanan panjang menuju keabadian.
Maka, sebelum semuanya terlambat, mari kita arahkan hati dan langkah menuju cahaya-Nya. Kita tuntun diri kita dan anak-anak kita mengenal Rabb-nya. Sebab, sejatinya ketenangan bukan terletak pada keberhasilan dunia, tetapi pada seberapa dekat kita kepada-Nya. Mari kembali kepada-Nya, agar jiwa kita tenang, hati kita damai, dan hidup kita dipenuhi keberkahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar